Kenali Apa Itu Bias Berpikir dan Beragam Jenisnya yang perlu Anda hindari

Manusia dan aktivitas berpikir adalah entitas yang tak dapat dipisahkan. Otak manusia dapat memproduksi lebih dari 50.000 pikiran tiap hari dan mengalami 100.000 reaksi kimia tiap detiknya (Faiz: 2020). Kendati otak manusia begitu canggihnya, namun ia tetap tak luput dari kekeliruan berpikir (logical fallacy), maupun terjebak pada bias berpikir (cognitive bias).

Dalam kajian ilmu logika, tidak kurang dari 30 macam bias-bias pikir yang acapkali menghinggapi proses berpikir kita sehari-hari. Sebelum membahas satu per satu jenisnya, kita jabarkan dulu apa itu bias berpikir dan kenapa hal tersebut bisa terjadi.

Apa Itu Bias Berpikir (Cognitive Bias)?

apa itu bias kognitif

Mengutip buku Ihwal Sesat Pikir dan Cacat Logika (2020), bahwa bias kognitif atau bias dalam berpikir adalah kecendrungan seseorang untuk memberikan penyimpulan atau penilaian yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah rasionalitas.

Adanya bias dalam berpikir ini dapat menyebabkan distorsi persepsi, penilaian yang tidak akurat, atau interpretasi yang tidak logis. Dengan kata lain, proses berpikir yang dihinggapi bias akan mempengaruhi kualitas pengambilan keputusan atau kesimpulan terhadap sesuatu.

Apa Penyebab Bias Berpikir?

Umumnya bias koginitif atau bias dalam berpikir dapat terjadi karena keterbatasan kemampuan manusia dalam memproses informasi. Faktor lain juga karena mekanisme mental yang tidak tepat saat merespon informasi, seperti tertekan, dalam keadaan marah, sedih, dan seterusnya.

Lalu Apa Dampak dari Bias Berpikir?

Bila kita tidak mawas diri dan terlalu terlena dengan cara pandang yang bias, hal ini akan berdampak tidak hanya pada kualitas individu, tapi juga pada skala sosial masyarakat. Sekurang-kurangnya ada lima implikasi yang dihasilkan dari proses berpikir yang dipenuhi bias:

1. Menghasilkan Keputusan yang Kurang Optimal

Bias berpikir dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk membuat keputusan yang rasional dan optimal. Pemilihan informasi yang hanya mendukung pandangan yang sudah ada dan mengabaikan informasi yang bertentangan dapat menyebabkan keputusan yang kurang informatif dan kurang bijaksana.

2. Potensi Konflik Antar individu

Proses berpikir yang bias akan menghasilkan stereotip, prasangka, dan bias sosial yang mana hal ini dapat menyebabkan konflik manifest maupun laten antar individu dan kelompok. Pemahaman yang terdistorsi terhadap orang atau kelompok tertentu dapat memperkuat perselisihan dan menghambat komunikasi yang efektif.

3. Ketidakadilan dan Diskriminasi

Sikap tidak adil dan diskriminatif adalah buah dari bias berpikir yang terus menjangkiti seseorang. Dengan kata lain, jika proses pengambilan keputusan atau bertindak berdasarkan bias terhadap suatu kelompok, hal itu dapat mengarah pada perlakuan yang tidak adil atau diskriminatif. Bukankah “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan” begitu kata Pramoedya Ananta Toer dalam karyanya Bumi Manusia.

4. Menghasilkan Kejumudan Berpikir

Orang yang terkunci pada pandangan atau keyakinan tertentu mungkin kurang dinamis dalam mempertimbangkan perspektif baru atau menerima informasi yang bertentangan dengan apa yang ia telah yakini. Pada akhirnya hal ini dapat menghambat perkembangan kualitas diri seseorang.

5. Polarisasi Opini

Di era banjir informasi seperti hari ini, polarisasi kelompok masyarakat mendapati momentumnya. Tatkala seseorang terbiasa bias dalam berpikir, maka ia akan terjebak pada yang namanya “echo chamber”. Ia akan cenderung mengidentifikasi diri dengan pandangan yang hanya sesuai dengan keyakinannya atau pendapat kelompoknya dan menolak pandangan yang berlawanan.

Jenis-jenis Bias Berpikir dan Contohnya dalam Keseharian Kita

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita diperhadapkan pernyataan-pernyataan yang mengandung bias-bias kognitif, baik disadari maupun tidak. Dengan mengidentifikasi jenis-jenisnya di bawah ini, kiranya dapat menuntun kita dalam merumuskan argumen maupun kesimpulan yang tepat.

1. Action Bias

Action Bias adalah kecendrungan menilai sesuatu hanya pada tindakan yang telah dilakukan tanpa memperhatikan ketepatan, fungsi, dan efektifitas tindakan tersebut.

Barangkali kita familiar dengan kalimat berikut ini;

  • Yang penting sudah berusaha, apapun hasilnya itu di luar kendali kita.
  • Yang penting ahlinya sudah bertindak, masalahnya pun pasti cepat beres.

Jika kita tidak hati-hati, maka kita akan mudah terjebak dalam mode berpikir Action Bias ini. Sehingga kita akan hanya berfokus pada tindakannya, tanpa menilai kualitas pekerjaannya.

2. Association Bias

Association Bias adalah bias kognitif yang terjadi tatkala kita menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, padahal tidak ada hubungannya sama sekali. Misalnya;

  • Setiap selesai cuci mobil, hujan selalu saja turun
  • Setiap melakukan sesuatu di tanggal 13, selalu saja gagal

3. Availability Bias

Availability Bias adalah kecendrungan membuat kesimpulan dengan menggunakan argumen atau alasan – alasan yang mudah kita jangkau untuk mendukung kesimpulan kita. Misalnya;

  • Merokok sebenarnya tidak apa-apa, buktinya kakek saya perokok aktif dan masih sehat-sehat saja di umurnya 80 tahun.
  • Menikah hanya mengekang kebebasan perempuan. Buktinya istri tetangga saya selalu bertengkar sama suaminya karena dilarang keluar malam.

Orang yang terjebak pada Availability Bias bisa saja menyimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat, dibegal anak remaja, atau ditipu investasi bodong jauh lebih besar daripada terserang penyakit diabetes atau kanker. Kemungkinan diserang teroris lebih besar terjadinya daripada serangan stress dan depresi.

Singkatnya segala yang tidak terlihat menurut pikiran kita berarti kemungkinan terjadinya rendah.

4. Anchoring Bias (Efek Perbandingan)

Bias kognitif ini terjadi tatkala seseorang terjebak pada perbandingan yang keliru. Seringkali hal ini terjadi saat kita mengalami kesulitan untuk menilai sesuatu, sehingga kita mesti mencari perbandingannya. Misalnya

  • Kita menganggap casing HP I-Phone yang berharga 200 ribu itu harga yang murah karena yang kita bandingkan adalah I-Phone. Tetapi bagi mereka yang HP nya jadul, harga casing tersebut sangat mahal.
  • Kita menganggap harga 60 ribu untuk secangkir kopi di Starbucks itu mahal karena kita tahu kopi serupa di cafe sekitar hanya 20 ribu-an

5. Framing

Framing ini adalah bias kognitif yang paling sering muncul di media. Tujuannya untuk mengecoh para pembaca agar berpihak atau memilih sesuatu berdasarkan intensi si pembuat berita.

Kahneman dan Tversky pernah melakukan penelitian tahun 1980 dengan mengajukan dua pilihan pada responden.

Peneliti tersebut menawarkan 2 jenis daging, yang pertama mengandung 1% lemak dan daging jenis kedua mengandung 99% bebas lemak.

Lalu para responden ditanya manakah yang lebih sehat?.

Mayoritas menjawab daging jenis kedua lebih sehat. 

Padahal sebenarnya kedua jenis daging tersebut sama saja. Inilah contoh framing!

6. Hallo Efect

Hallo Effect adalah kecendrungan seseorang untuk menilai sesuatu atau seseorang berdasarkan pada satu aspek tertentu dan dianggap mewakili semua aspek lainnya.

Misal contoh paling mudah adalah aspek kecantikan. Kecendrungan orang di sekitar kita memberi perlakuan lebih baik pada orang yang parasnya lebih cantik atau good-looking daripada yang terlihat biasa saja.

Ia yang cantik dinilai lebih menyenangkan, lebih pintar, dan lebih asyik dalam pergaulan. Ia yang cantik dianggap lebih mulus karirnya, pendidikannya, maupun jodohnya.

Itulah hasil hallo effect yang diteliti pertama kali oleh Psikolog Edwar Thorndike.

7. Illusion Control (Ilusi Kontrol)

Ilusi kontrol adalah kecendrungan seseorang yang merasa tenang sebab semuanya telah dikontrol sehingga membuatnya tidak hati-hati atau waspada. Misalnya;

  • Kita merasa tenang naik lift karena ada tombol emergency
  • Kita merasa aman ketika naik pesawat karena ada sistem penyelamatan.

Dalam dosis yang tepat hal ini berguna sehingga kita tidak perlu panikan, namun jika tidak tepat penggunaanya, akan membuat kita sembrono alias tidak hati-hati.

Que Sera Sera, Yang terjadi maka terjadilah.

8. Ilusi Model Iklan

Sebagaimana namanya, Ilusi model iklan ini seringkali terjadi pada dunia iklan dan tentu dari sisi industri periklanan sangat berguna logika macam ini. Rolf Dobelli juga menyebut mode bias berpikir ini dengan istilah swimmer body illusion (ilusi tubuh perenang).

Misalnya;

  • Seorang model iklan yang kulitnya putih dan mulus tidak dihasilkan oleh pemakaian produk tertentu, tapi karena memang ia sudah putih dan mulus sehingga terpilih menjadi model produk tersebut.
  • Apakah kualitas Universitas Harvard adalah memang yang terbaik di dunia sehingga mampu menghasilkan lulusan terbaik atau karena yang mendaftar di sana adalah orang-orang pintar, berbakat dan berprestasi sehingga menjadikan Harvard menjadi kampus terbaik?

9. Information Bias (Bias Informasi)

Information Bias adalah kecendrungan seseorang untuk percaya bahwa semakin banyak informasi yang dikumpulkan semakin menjamin sebuah kebenaran atau keputusan. Misalnya;

  • Seseorang ingin mencari penginapan terbaik dan menjelajahi berbagai pilihan di aplikasi dengan tujuan membandingkan satu sama lain. Tapi pada akhirnya ia kembali pada pilihan penginapan pertama.

Acapkali banyaknya tambahan informasi tidak melahirkan pilihan terbaik, hanya menghabiskan tenaga dan waktu. Daniel Boorstin pernah berkata bahwa halangan terbesar pengetahuan bukanlah ketidaktahuan, tetapi ilusi pengetahuan.

10. Choice Supportive Bias

Choice-supportive bias adalah kecenderungan seseorang untuk memberikan nilai “lebih baik” pada sesuatu yang mereka telah pilih atau miliki.

Ini dapat menyebabkan sindrom keterikatan. Pada titik tertentu dapat menyebabkan penilaian yang tidak objektif dan akhirnya kita meng-overestimate kepemilikan kita. Misalnya;

  • Kita merasa tongkrongan kita lebih gaul daripada tongkrongan orang lain
  • Kita merasa daerah asal kita lebih baik daripada daerah lain
  • Kita merasa lifestyle kita lebih trendy daripada pilihan lifestyle orang lain

Bacaan Lebih Lanjut:

  • Rolf Dobelli: The Art of Thinking Clearly (2013)
  • Fahruddin Faiz: Ihwal Sesat Pikir dan Cacat Logika (2020)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top